BAB I
PENDAHULUAN
Kajian makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem
penggolongan semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata
untuk meneliti makna kata, sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana
perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah
bahasa. Banyak bidang ilmu lain yang mempunyai sangkut-paut dengan semantik,
oleh sebab itu makna memegang peranan tergantung dalam pemakaian bahasa
sebagai alat untuk penyampaian pengalaman jiwa, pikiran dan maksud dalam
masyarakat. Bidang semantik terbatas pada usaha memperhatikan dan mengkaji
proses transposisi makna kata dalam pemakaian bahasa.
Ullman (1972) berpendapat,´Apabila seseorang memikirkan maksud
suatu perkataan, sekaligus memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan
antara dua hal antara maksud dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena
itu walaupun rujukan tetap, akan tetapi makna dan perkataan dapat berbeda.[1] Dari
begitu kompleknya pembahasan makna dalam semantik, pemakalah hanya akan
membahas salah satu bagian penting dari pembahasan makna yaitu jenis-jenis
makna.
BAB II
JENIS-JENIS MAKNA
Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan
keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itupun menjadi
bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai
nama jenis makna telah dikemukakan oleh orang dalam berbagai buku
linguistik atau semantik. Banyak orang mengira bahwa makna cukup dengan
menjelaskan sebuah kalimat atau kata. Para ilmuan telah membedakan antara
jenis-jenis makna dengan menjelaskannya terlebih dahulu daripada
batasan-batasan makna suatu kalimat.
A.
Jenis-jenis Makna Menurut Muhammad Mukhtar Umar
Dr.
Muhammad Muhktar ‘Umar telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima
jenis di antaranya sebagai berikut:[2]
1.
Makna
Dasar/Asasi (المعنى الأساسى). Makna ini sering disebut juga sebagai
makna awal (المعنى الأولى), atau
makna utama (المعنى المركزى),
makna gambaran (المعنى التصورى), atau
makna pemahaman/conceptual meaning (المعنى المفهومى),
dan makna kognitif (المعنى الإدراكي).
Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Contohnya kata “wanita” memiliki makna konseptual “manusia,
bukan laki-laki, baligh (dewasa)”.
2.
Makna
Tambahan (المعنى الإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني), yaitu makna yang ada di luar makna
dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari makna dasar
namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan
kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya
kata “wanita” yang memiliki makna dasar “manusia bukan lelaki yang dewasa”. Jika kata ini ditambahi dengan makna
tambahan, maka banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut. Misalnya jika
kata “wanita” dimaknai oleh sebuah kelompok dengan “makhluk yang pandai memasak dan suka berdandan”, maka inilah makna tambahan yang keluar dari
kata “wanita” tersebut. Atau jika “wanita”
dimaknai dengan “makhluk
yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional”. Kedua makna tambahan ini tidak berlaku tetap
sebagai makna tambahan dari kata “wanita”. Apabila suatu kelompok pada zaman tertentu
menggunakannya maka makna tambahan itu masih berlaku. Namun jika makna itu
sudah tidak dipakai lagi, maka makna tambahan itu tidak berlaku.
3.
Makna
Gaya Bahasa/Style (المعنى الإسلوبي),
yaitu makna yang lahir karena penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa
dapat dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain
sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan
makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra sendiri memiliki perbedaan gaya
bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy
digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father
digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini
ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam
bahasa Arab. Kata الولد – والدي digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat.
4.
Makna
Nafsi (المعنى النفسي)
atau makna objektif, yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai
makna tunggal.
5.
Makna
Ihaa’i (المعنى الإيحائي),
yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu
dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di
antaranya sebagai berikut:
1.
Pengaruh suara (fonetis), contohnya seperti
suara-suara hewan yang menunjuk langsung pada hewan itu.
2.
Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa
akronim atau singkatan. Contohnya بسمله singkatan dari بسم الله الرحمن الرحيم.
3.
Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam
ungkapan atau peribahasa.
B.
Jenis-jenis Makna Menurut Geoffrey Leech
1. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya
yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami
penambahan. Dalam makna konotatif terdapat makna konotatif positif dan negatif.
Contoh: kata wanita dan perempuan, wanita termasuk ke dalam konotatif posif sedangkan kata perempuan mengandung makna
konotatif negatif.
2.
Makna Stilistik
Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan
kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam
masyarakat. Contoh: rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan
residensi.
3.
Makna Afektif
Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan
perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan.
Makna afektif akan lebih nyata ketika digunakan dalam bahasa lisan. Contoh: ”tutup mulut kalian !” bentaknya kepada kami. Kata tersebut
akan terdengar kasar bagi pendengarnya.
4.
Makna Refleksi
Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur
pada saat merespon apa yang dia lihat. Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga,
5.
Makna Kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan
ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang
bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan
dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya. Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan
cantik.
6.
Makna Konseptual
Makna
Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna
ini disebut makna ‘denotatif’ atau ‘koginitif’. Makna konseptual memiliki
susunan yang amat kompleks dan rumit, namun dapat dibandingkan dan dihubungkan
dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.
7.
Makna Tematik
Makna
Tematik, yaitu makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis
menata pesannya, dalam arti urutan, fokus dan penekanan. Nilai komunikatif itu
juga dipengaruhi oleh penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif. Contohnya
sebagai berikut:
Apakah
yang diajarkan oleh dosen itu? Dan
Oleh
siapakah semantik diajarkan?
Kalimat yang
pertama ingin lebih mengetahui objeknya, sedangkan kalimat kedua lebih
menekankan siapakah subjeknya.
C.
Jenis-jenis Makna Menurut Abdul Chaer
Abdul
Chaer berpendapat bahwa jenis-jenis makna itu terbagi menjadi beberapa jenis
makna, yaitu:[4]
1.
Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna
sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya dan
makna yang ada dalam kamus. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau
makna yang konret. Misalnya leksem “Kuda” memiliki makna sejenis binatang.
2.
Makna Gramatikal
Makna
gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (Afikasi,
Reduplikasi, Kalimatisasi).
Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal
adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan
makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut
menjadi sebuah kalimat.
Contoh: kata “kuda” bermakna leksikal binatang
sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat transportasi atau sejenis.
Contoh, Saya berangkat ke pasar dengan kuda.
3.
Makna Kontekstual
Makna
kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada didalam suatu
konteks.
Misalnya, makna
konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
a.
Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
b.
Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c.
Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
4.
Makna Referensial
Makna
referensial adalah sebuah kata yang memiliki referensnya/acuannya. Sehingga
sebuah kata dapat disebut bermakna referensial kalau ada referensinya atau acuannya.
Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang
bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.
5.
Makna Non-referensial
Makna non-referensial adalah kata yang tidak
mempunyai acuan dalam dunia nyata. Contohnya kata dan, atau, dan karena.
Kata-kata tersebut tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata.
6.
Makna Denotatif
Makna
denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki
oleh sebuah kata. Umpamanya, kata “Kurus” (bermakna denotatif yang mana artinya keadaan
tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal). Kata “Bunga”( bermakna
denotatitif yaitu bunga yang seperti kita lihat di taman).
7.
Makna Konotatif
Makna
konotatif adalah makna yang lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi
yang berhubungan dengan nilai rasa dari seseorang atau kelompok orang yang
menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata “Kurus” pada contoh di atas
berkonotasi netral. Tetapi kata “Ramping”, yaitu sebenarnya bersinonim dengan
kata kurus itu memiliki konotasi positif yaitu nilai yang mengenakkan ; orang akan
senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata “Kerempeng”, yang sebenarnya
juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi negatif,
nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya
kerempeng.
8.
Makna Konseptual
Makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari Konteks
atau asosiasi apa pun. Kata “Kuda” memiliki makna konseptual “sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai”, dan kata “Rumah” memiliki makna
konseptual “bangunan tempat tinggal manusia”.
9.
Makna Asosiatif
Makna
asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu
dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi
dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah berasosiasi berani, kata
buaya berasosiasi dengan jahat atau kejahatan. Makna asosiasi ini sebenarnya sama
dengan lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna
bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat
keadaan, atau ciri yang ada konsep asal tersebut.
10.
Makna Kata
Makna
kata adalah makna yang bersifatumum, kasar dan tidak jelas. Kata “Tangan” dan
“Lengan” sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti contoh berikut:
a. Tangannya luka kena pecahan kaca.
b. Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata
tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau
bermakna sama.
11.
Makna Istilah
Makna
istilah adalah makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks
kalimat dan perlu diingat bahwa makna istilah hanya dipakai pada bidang
keilmuan/kegiatan tertentu saja. Umpamanya, kata “Tangan” dan “Lengan” yang
menjadi contoh di atas. Kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna
yang berbeda. “Tangan” bermakna “bagian dari pergelangan sampai ke jari
tangan”. Sedangkan kata “Lengan” adalah “bagian dari pergelangan tangan sampai
ke pangkal bahu”. Jadi kata “Tangan” dan “Lengan”
sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena maknanya
berbeda.
12.
Makna Idiom
Makna
idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun gramatikal. Contoh, secara gramatikal bentuk “Menjual
rumah” bermakna “yang menjual menerima uang dan yang membelimenerima rumahnya”,
tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk “Menjual gigi” tidak memiliki makna seperti
itu, melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Jadi makna tersebutlah yang
disebut makna idiomatik.
13.
Makna Peribahasa
Peribahasa
memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna
unsur-unsurnya. Karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya
sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa “Seperti anjing dan kucing yang
bermakna ihwal dua orang yang tidak
pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya
anjing dan kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
BAB III
KESIMPULAN
Makna bahasa itu bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai
kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga
melahirkan berbagai konsep tentang jenis-jenis makna yang mencakup makna dasar,
tambahan, gaya bahasa, nafsi, ihaa’i, konotatif, stilistika, afektif, refleksi,
koloaktif, konseptual, tematik, leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial,
non-referensial, denotatif, konotatif, asosiatif, makana kata, makna istilah,
idiom, dan peribahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Perubahan
Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa Indonesia Dari Bahasa Arab. USU, Medan,
2006.
Umar, Muhammad
Mukhtar, Ilmu Al-Dilalah.
http://amarfasyni.blogspot.com/2012/12/semantik-jenis-jenis-makna.html
http://amarfasyni.blogspot.com/2012/12/semantik-jenis-jenis-makna.html
[1] Fauziah, M.A, Perubahan Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa
Indonesia Dari Bahasa Arab. USU, Medan, 2006, hal.1
1 komentar:
Semoga Bermanfaat,,
jangan lupa cantumin blog ane y,,
amarfasyni.blogspot.com
Posting Komentar