Assalamu'alaikum,,
Wat temen" yang lagi nyari postingan tentang Akhlak Tasawuf, newh ane ada sedikit rujukan wat kalian. Semoga bermanfaat y, dan mudah"an ini menjadi ladang amal di akhirat nanti,, amin:-)
1. Pengertian
Ilmu Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan
para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, menyebutkan lima
istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah),
(orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekah ke madinah), saf (barisan),
sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: Hikmat), dan suf (kain
wol).
Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dikaitkan dengan tasawuf. Kata ahl
al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari mekah ke madinah) misalnya
menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa dan raganya, harta benda
dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung
halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya di mekah untuk hijrah
bersama Nabi ke madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan pada Allah, tak
mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata saf juga
menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada
Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci)
menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya daari berbuat dosa dan
maksiat, dan kata suf (kain wol) menggambarkan orang yang hidup sederhana dan
tidak mementingkan dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan
jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Dari segi linguistik (kebahasaan) ini, maka dapat dipahami bahwa tasawuf adalah
sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana,
rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.[1]
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung kepada sudut pandang yang dinakannya masing-masing. Selama ini ada
tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu
sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang
harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Jika dilihat dari
sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh
kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Selanjutnya jika sudut pandan yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus
berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai uapaya memperindah diri
dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk
yang bertuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah
(ketuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan
yang dapat menghubungkan manusia dangan Tuhan.[2]
Jika tiga
definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera
tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai
kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga
tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain
tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental
rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
Sedikit berbeda dengan pendapat di atas, Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy
mengatakan bahwa tasawuf adalah suatu imu yang dengannya dapat diketahui hal
ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang
buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk,
melangkah menuju keridhaan Allah dan meniggalkan larangannya menuju kepada
perintahnya.[3]
Tasawwuf
adalah bersungguh-sungguh (dalam berbuat baik) dan meninggalkan sifat-sifat
tercela (Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 7). Aslinya Tasawuf (yaitu jalan
tasawuf) adalah tekun beribadah, berhubungan langsung kepada ALLAH, menjauhi
diri dari kemewahan dan hiasan duniawi, Zuhud (tidak suka) pada kelezatan,
harta dan pangkat yang diburu banyak orang, dan menyendiri dari makhluk di
dalam kholwat untuk beribadah (Lihat kitab Zhuhrul Islam IV-Halaman 151).
Adapun batasan tasawuf adalah : Maka berkata Junaed : yaitu bahwa kebenaran
mematikanmu dari dirimu dan kebenaran tersebut menghidupkanmu dengan kebenaran
tersebut. Dan ia berkata juga : Adalah kamu bersama ALLAH tanpa ketergantungan.
Dan dikatakan : Masuk pada segala ciptaan yang mulya dan keluar dari segala
ciptaan yang hina. Dan dikatakan : Yaitu akhlak mulia yang tampak pada zaman
yang mulia beserta kaum yang mulia. Dan dikatakan : Bahwa kamu tidak memiliki
sesuatu dan sesuatu itu tidak memiliki kamu. Dan dikatakan : Tasawuf itu
dibangun atas 3 macam :
a) Berpegang
dengan kefakiran dan menjadi
b) kenyataan
berkorban dan mementingkan orang lain
c) Meninggalkan
mengatur dan memilih
Menurut Ma’ruf al-Kurhi, tasawuf adalah berpegang pada
apa yang hakiki dan menjauhi sifat tamak terhadap apa yang ada di tangan
manusia.Peranan sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
menekankan pentingnya akhlak atau sopan santun baik kepada Allah maupun kepada
sesama makhluk.Ajaran tasawuf al-Junaid dikembangkan lagi oleh shufi terkenal. Husain ibn Manshur al-Hallaj yang mati dihukum gantung oleh ulama
syari’ah tahun 309 H, karena ia mengaku dirinya telah menyatu dengan Tuhan,
sebagaimana terlihat dari ucapannya: ana Allah…ana al-Haqq (aku adalah
Allah….aku adalah yang maha benar).Berdasarkan seluruh definisi tasawuf yang
telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf di samping sebagai
sarana untuk memperbaiki ahlak manusia agar jiwanya menjadi suci, sekaligus
sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya.
2. Ruang
Lingkup Ilmu Tasawuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan orientalis
barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus
mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama
lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia
sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara
bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan
akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti
persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam”
adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah
berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan
guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi
dari Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai
dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi). Tujuan tasawuf untuk
bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar
berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang
diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum
memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu
adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara
langsung dari Tuhan
3. Kedudukan Tasawuf dalam Islam
Ajaran
Tasawuf dalam Islam, memang tidak sama kedudukan hukumnya dengan rukun-rukun
Iman dan rukun-rukun Islam yang sifatnya wajib, tetapi ajaran Tasawuf bersifat
sunnat. Maka Ulama Tasawuf sering menamakan ajarannya dengan istilah “Fadailu
al-A’mal” (amalan-amalan yang hukumnya lebih afdal), tentu saja maksudnya
amalan sunnat yang utama.
Memang harus diakui bahwa tidak ada satupun ayat atau
Hadith yang memuat kata Sufi, karena istilah ini baru timbul ketika Ulama
Tasawuf berusaha membukukan ajaran itu, dengan bentuk ilmu yang dapat dibaca
oleh orang lain. Upaya Ulama
Tasawuf memperkenalkan ajarannya lewat kitab-kitab yang telah dikarangnya sejak
abad ketiga Hijriyah, dengan metode peribadatan dan istilah-istilah (symbol
Tasawuf) yang telah diperoleh dari pengalaman batinnya, yang memang metode dan
istilah itu tidak didapatkan teksnya dalam Al-Qur’an dan Hadith. Tetapi
sebenarnya ciptaan Ulama Tasawuf tentang hal tersebut, didasarkan pada beberapa
perintah Al-Qur’an dan Hadith, dengan perkataan “Udhkuru” atau “Fadhkuru”. Dari
perintah untuk berzikir inilah, Ulama Tasawuf membuat suatu metode untuk
melakukannya dengan istilah “Suluk”. Karena kalau tidak didasari dengan metode
tersebut, maka tidak ada bedanya dengan akhlaq mulia terhadap Allah. Jadi bukan
lagi ajaran Tasawuf, tetapi masih tergolong ajaran Akhlaq.
Dan
kalau dikatakan lagi, bahwa ajaran Tasawuf sebenarnya termasuk kelanjutan dari
ajaran Mistik umat terdahulu, penulis memandang bahwa kemiripannya tidak
berarti bahwa Tasawuf dalam Islam adalah Mistik umat terdahulu, tetapi memang
banyak ajaran umat terdahulu masih dipertahankan oleh Islam; misalnya ajaran
tentang perkawinan, khitanan, jual-beli, sewa-menyewa, pegadaian dan
sebagainya.
4. Urgensi ilmu
tasawuf
Saat
kita telah memahami tassawwuf itu kita mulai dapat membedakan mana yang baik
dan tidak, Bagi tasawwuf mendidik hati dan ma’rifah Allah Yang Maha Mengetahui,
sepertimana kata Ibn `Ajibah: Buah hasilnya ialah kelapangan (mulia) nafsu,
selamat dada dan akhlak yang mulia bersama setiap makhluk. Faedah tasawwuf
ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala
sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat
keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan abadi.[4]
Pentingnya
ilmu tasawuf
Ada beberapa kepentingan dan tujuan tujuan
mendalami ilmu tasawwuf. Antara kepentingan dan tujuan mendalami ilmu tasawwuf
adalah :
1. Agar ummat islam dapat menjalani hidup
dengan baik dan seimbang selaras dengan identitas mereka yang difirmankan Allah Taala (yaitu):
“dan demikianlah kami telah menjadikan kamu satu ummat pertengahan”(143:Al
Baqarah). Ummat pertengahan adalah ummat yang bersikap sederhana dalam urusan
kehidupan,tidak terlebih dan tidak terkurang. Mereka dapat mengimbangi antara
urusan dunia dan urusan akhirat. Mereka mengambil kedua-duanya tetapi mereka
mengutamakan akhirat. Mereka tidak mengabaikan dunia, malah menjadikan dunia
sebagai sarana untuk kebaikan akhirat.
2. Agar ummat islam bukan hanya ummat yang
berdoa semata mata kepada Allah tanpa adanya usaha yang bersunguh sungguh.
Mereka tidak semata mata berdoa tetapi mereka terus berusaha karenana mereka
faham maksud firman Allah Taala (yaitu): “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang berusaha
mengubahnya”(11:ArRa’d). Mereka juga faham apa yang dilarang sebagaimana dijelaskan oleh Syaidina Umar r.a “janganlah seseorang daripada kamu duduk tanpa berusaha mencari rezeki sambil berdoa “Ya Allah, kurniakan rezeki kepadaku” maka sesungguhnya kamu
mengubahnya”(11:ArRa’d). Mereka juga faham apa yang dilarang sebagaimana dijelaskan oleh Syaidina Umar r.a “janganlah seseorang daripada kamu duduk tanpa berusaha mencari rezeki sambil berdoa “Ya Allah, kurniakan rezeki kepadaku” maka sesungguhnya kamu
mengetahui bahwa langit tidak menurunkan
hujan emas dan perak”.
3. Agar kita memahami dan mengerti tentang
pengertian ibadah itu sendiri dalam lingkungan yang luas. Mereka memahami
ibadah itu sebagaimana yang tersebut dalam hadits nabi s.a.w daripada Abi said
Al khudri, sabda nabi (yaitu) “peniaga yang benar sifatnya lagi amanah adalah
bersama sama para nabi,para siddiqin dan para
syuhada’”
(riwayat attirmizi).
0 komentar:
Posting Komentar